Laporan Pengolahan Sosis

LAPORAN PRAKTIKUM

Mata Kuliah    : Ilmu Pengolahan Daging                 Nama     :Dian Purwanti

Praktikum ke   : 5 (Lima)                                           NRP      :D24090021

Tempat            : Lab THT                                                  Dosen       :Dr.Irma Isnafia  A ,Spt.Msi

Kelompok       : 5 (Lima)                                           Teknisi   :Devi Murtini, Spt

                                                                                                   M Sriduresta

                                                                                    Asisten :Lega Krisda F

                                                                                                  Irma Indah K

                                                                                                  Winda Permata Sari

                                                                                                  Sindya Erti J.S

                                                                                                  Paingat P Sipayung

                                                                                                  Sita Arum P

                                                                                                  Rullyana

 

 

 

 

TEKNIK PENGOLAHAN DAGING: SOSIS CRISPY

 

 

 

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sosis merupakan salah satu produk hasil olahan daging yang cukup terkenal di kalangan masyarakat. Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Sosis mempunyai nilai gizi yang tinggi. Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan kolesterol dan sodium yang cukup tinggi.

Dalam pembuatan sosis seringkali pembungkus atau cassing sosis susah dilepaskan dari sosisnya sendiri, dan kadang hal ini membuat bentuk sosis kurang menarik. Oleh karena itu perlu dilakukan inovasi dalam pembuatannya yaitu dengan  menambahkan ampas kedele sebagai tambahan bahan pengikat sosis yang mudah didapat dan harganya relatif murah.

Tujuan

            Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan sosis yang dikombinasikan dengan inovasi serta melakukan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis dan kelayakan usaha.

 


TINJAUAN PUSTAKA

Sosis Daging

Sosis merupakan produk emulsi yang membutuhkan pH tinggi (diatas pH isoelektrik). Nilai pH sosis ditentukan oleh pH daging yang dipakai dalam pembuatan sosis dan kondisi daging yang pre-rigor (Suparno, 1998). Menurut Forrest et al (1975) Adonan sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water) yang terbentuk dalam suatu fase koloid dengan protein daging yang bertindak sebagai emulsifier sehingga protein air dalam adonan sosis akan membuat matriks yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk emulsi yang stabil. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yang berhubungan dengan penggunaan minyak atau lemak adalah jumlah yang ditambahkan, jenis minyak atau lemak yang ditambahkan dan titik cair dari lemak atau minyak tersebut.

Sosis merupakan produk olahan yang dibuat dari bahan dasar berupa daging (sapi atau ayam) yang digiling. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemulsi adalah myosin yang larut dalam larutan garam (Brandly, 1966). Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis daging yang kurang nilai ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging sketal, daging leher, daging rusuk, daging dada serta daging-daging sisa/tetelan (Soeparno, 1994). Proses perebusan yang dilakukan pada pembuatan sosis ini dilakukan sebagai langkah terakhir untuk mendapatkan produk sosis. Pemasakan sosis ini menurut Effie (1980) bertujuan untuk menyatukan komponen adonan sosis, memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba.

Kekenyalan dari sosis dipengaruhi oleh oleh kadar air sosis, bahan pengikat sosis yaitu susu skim bubuk dan bahan pembentuk yaitu susu skim bubuk dan tepung tapioka. Kadar air sosis menurut SNI 01-3020-1995 adalah maksimal 67.0% bobot basah. Kadar air yang dihasilkan berasal dari air yang ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan kandungan air yang tinggi.

 

 

Daging Segar

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan–jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Lawrie (1998) menyebutkan daging sebagai bagian dari hewan yang digunakan sebagai bahan makanan, antara lain terdiri atas otot, termasuk organ – organ lain yang dapat dimakan. Otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah berhenti (Soeparno,2005).

Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi : (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 2005). Umumnya bakso dibuat menggunakan daging ternak untuk mendapatkan produk yang kenyal dan kompak. Daging yang digunakan dapat berupa daging sapi, kerbau, kambing, domba, unggas (ayam, itik), dan kelinci. Dalam membuat bakso, disarankan menggunakan daging yang masih segar (prerigor) agar bakso yang dihasilkan kenyal dan kompak, meskipun tanpa penambahan bahan pengenyal (Anonim, 2009).

Air atau Es

Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Forrest et al., 1975). Menurut Kramlich (1971), penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi dan (4) mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan.

Garam

Penambahan garam pada produk daging olahan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa produk, melarutkan protein myosin, sebagai pengawet dan meningkatkan daya mengikat air (Pearson dan Tauber, 1984). Menurut Rust (1987), secara umum pada pembuatan sosis, jumlah garam yang ditambahkan adalah 2-3%. Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang biasa digunakan adalah 2,5% dari berat daging. Penggunan garam tergantung pada faktor luar, dalam lingkungan, pH dan suhu. Garam menjadi efektif pada suhu yang lebih asam (Buckle et al., 1987). Sedangkan bahan selanjutnya yang digunakan adalah penyedap. Umumnya penyedap digunakan sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2006).

Sodium Tripolifosfat (STTP)

Fosfat sebagai salah satu bahan dalam pembuatan sosis mempunyai fungsi untuk meningkatkan kemampuan mengikat air (WHC) dari daging, meningkatkan keempukan dan juiceness (Forrest et al., 1975), meningkatkan pH daging, meningkatkan kestabilan emulsi dan kemampuan mengemulsi (Ockerman, 1983). Penggunaan STTP pada produk daging olahan adalah 0.3-0.5% dari berat daging dan batas maksimumnya adalah 0.5% dari berat daging (Schmidt, 1988). Menurut Pandisurya (1983), penambahan STPP sebanyak 0,75% dari berat daging serta penambahan garam sebanyak 2% dari daging pada adonan bakso, memberikan nilai penerimaan produk yang terbaik. STPP dan garam merupakan bahan kimia yang digunakan untuk melarutkan dan mengekstraksi protein larut garam yang berfungsi sabagai bahan pengikat bila produk dipanaskan.

Lemak

Menurut Acton dan Saffle (1970), lemak dapat memepengaruhi kestabilan emulsi. lemak menghailkan fase dispersi (diskontinue) dari emulsi daging sehingga lemak merupakan komponen struktural utama. Lemak yang mengandung asam lemak jenuh lebih mudah diemulsi daripada asam lemak tak jenuh. Menurut Sulzbacher (1973), penggunaan lemak cair (minyak) pada produk daging olahan dapat menghasilkan emulsi daging yang lebih stabil daripada minyak padat. Sosis masak harus mengandung lemak maksimum 30%.

Bahan Pengikat (Filler) dan Bahan Pengisi (Binder)

Menurut Kramlich (1971) penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Bahan pengikat air dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi, sedangkan bahan pengisi pada umunya mengandung karbohidrat saja. Bahan pengikat dan pengisi yang umumnya digunakan adalah susu skim, tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, tepung kedele, tepung ubi jalar, tepung roti dan tepung kentang. Penambahan tepung ke dalam produk olahan daging berfungsi sebagai binding, shaping, dan extender serta berperan untuk mengurangi biaya produksi dalam pengolahan produk olahan daging. Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan produk olahan daging yang harus mempunyai kemampuan mengikat sejumlah air (Ranken, 2000).

Tepung Tapioka

Tepung Tapioka berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk, dan dapat menekan biaya produksi. Tepung tersebut mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi pada tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak. Pati dalam air panas dapat membentuk gel yang kental. Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Amilosa bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga mudah membentuk gel. Proporsi kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan amilosa, makin lekat produk olahannya. Interaksi antara myofibril dan gelatinisasi pati dimana molekul pati akan memenuhi ruang pada matrix myofibril. Hal ini akan memberikan struktur yang kaku dan meningkatkan gelatinisasi myofibril (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Selain itu juga diasumsikan bahwa gelatinisasi pati dapat menggantikan hilangnya elastisitas otot karena degradasi  protein ketika proses rigor mortis (Purnomo and Rahardian, 2008).

Bumbu-bumbu

Menurut Forrest et al. (1975), penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Bahan penyedap alami dapat ditambahkan pada produk daging olahan dalam bentuk yang belum digiling atau dilumatkan misalnya merica pada pembuatan sosis. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis. Bumbu merupakan senyawa nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambah/meningkatkan flavor (Soeparno, 1994). Menurut Forrest et al. (1975), fungsi bumbu yaitu sebagai penyedap, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan.

Bawang Putih

Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan dalam makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkan dan Budiarti, 1992). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih akan muncul dengan sendirinya apabila terjadi pemotongan atau perusakan jaringan. Bawang putih dapat menghasilkan enzim alicin dimana enzim tersebut berperan dalam memberi aroma bawang putih serta merupakan salah satu zat aktif anti bakteri. Bawang putih memiliki jenis yang cukup banyak, namun tidak ada perbedaan yang menyolok. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih juga mengandung yodium yang tinggi dan sulfur (Wirakusumah, 2000).

Merica

            SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah lada putih (Piper ningrumlinn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas lada.  Biasanya penambahan lada adalah untuk menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa pedas.  Selain itu menurut Ting dan Diebel (1992) pada konsentrasi lebih dari 3%, lada dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogeneses.

 

 

MATERI DAN METODE

Materi

Praktikum pembuatan sosis ini, bahan-bahan yang digunakan adalah daging sapi, tepung tapioka 30%, lemak 15%, STPP 0.7%, garam 3.8%, susu skim 10%, bawang putih 1%, pala 0.3%, penyedap 0.7%, jahe 0.5%, merica 0.5%, tepung sajiku, minyak satur, bawang, cabe, dan es batu 50%. Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah food processor, pisau, talanan, kompor, panci, wadah, piring, penggorengan, stuffer, selongsong, timbangan digital, dan sendok.

Prosedur

Pertama-tama bahan-bahan yang akan digunakan ditimbang sesuai resep. Daging sapi dan lemak ditimbang masing-masing sebanyak 135 gram, kemudian dibersihkan dan dicacah atau dipotong-potong. Selanjutnya cacahan daging sapi, lemak, garam, STPP, jahe, bawang putih, dan sebagian es batu dimasukkan ke dalam food procesor. Setelah campuran pertama halus, kemudian dicampur lagi dengan merica, bumbu penyedap, pala, tepung tapioka, susu skim dan sisa es batu. Hasil campuran dimasukkan ke dalam stuffer dengan terlebih dahulu memasang casing sosis pada stuffer. Perlahan-lahan adonan dikeluarkan dengan memutar tuas. Didalam cassing tidak boleh diberi rongga untuk udara, sehingga cassing akan menjadi padat dan dihasilkan bentuk sosis yang baik. Setelah cassing terisi adonan, ujung cassing kemudian diikat menggunakan benang. Sosis kemudian direbus pada suhu sekitar 60 0C selama 45 menit, perebusan dilakukan dalam panci yang berisi air dan diukur suhunya dengan termometer. Setelah masak, sosis ditiriskan dan didinginkan. Cassing sosis dilepaskan, kemudian sosis digulung ke adonan telur dan digulung ke tepung sajiku, setelah itu sosis digoreng dan siap disajikan dengan saos.


 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dari hasil uji hedonik yang dilakukan dengan parameter warna, aroma, kekenyalan, dan penampilan umum pada produk inovasi ”sokata” pada kelompok empat serta sosis crispy pada kelompok lima didapatkan nilai rata rata uji hedonik yang dapat dilihat pada tabel.1.

 

Tabel 1. Hasil Rata-Rata Uji Hedonik pada Kelompok Empat (Sokata) dan pada Kelompok Lima (Sosis Crispy).

 

PARAMETER

KELOMPOK

Warna

Aroma

Kekenyalan

Penampilan Umum

4

3.20

3.60

4,00

3.40

5

2.50

3.00

2.60

3.33

Keterangan :

  • 1          : Sangat tidak suka
  • 2          : Tidak suka
  • 3          : Netral
  • 4          : Suka
  • 5          : Sangat suka

 

Dari hasil uji mutu hedonik yang dilakukan dengan parameter kekenyalan, produk inovasi ’Sokata’ pada kelompok empat serta sosis crispy pada kelompok lima didapatkan nilai rata rata uji mutu hedonik yang dapat dilihat pada tabel.2.

 

Tabel 2. Hasil Rata-Rata Uji Mutu Hedonik pada Kelompok Empat (Sokata) dan pada Kelompok Lima (Sosis Crispy).

KELOMPOK

KEKENYALAN

4

4.00

5

2.75

 

Keterangan Kekenyalan :

  • 1          : Sangat tidak kenyal
  • 2          : Tidak kenyal
  • 3          : Netral
  • 4          : Kenyal
  • 5          : Sangat kenyal

 

Pembahasan

Sosis yang dihasilkan dari kelompok lima diberi nama ”Sosis Crispy”. Sosis yang dihasilkan memiliki tekstur yang kurang kenyal, karena saat memasukan dalam selongsong masih terdapat beberapa udara dalam selongsongnya. Dibandingkan dengan sosis dari kelompok lain, sosis ini memiliki warna yang agak merah daging karena pada adonan sosis tidak ditambahkan bahan-bahan yng memiliki warna yang mencolok. Selain itu, sosis crispy juga tidak lengket ketika proses membuka sosis dari chasingnya. Menurut Kramlich (1971) penambahan bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi untuk menarik air, memberi warna khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Bahan pengikat air dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi, sedangkan bahan pengisi pada umunya mengandung karbohidrat saja.

Penggunaan tepung tapioka dimaksudkan sebagai penambah atau campuran, untuk mengurangi biaya penggunaan susu skim sebagai bahan pengikat (filler), selain itu tepung tapioka juga dapat sebagai bahan pengisi dan perekat (binder) untuk mempertahankan ukuran sosis saat perebusan, meski kadar airnya tinggi. Penggunaannya tidak lebih dari 30% dari daging yang digunakan, karena jika berlebih, sosis akan terasa seperti tepung.

Hasil uji hedonik dari 6 orang panelis kelompok 4, menunjukkan bahwa 3 orang menyatakan tidak suka dan 3 orang menyatakan netral terhadap warna sosis. Sedangkan pada aroma, ke enam panelis dari kelompok 4 ini menyatakan netral. Untuk kekenyalan, 1 panelis menyatakan suka, 3 panelis menyatakan netral, dan 2 panelis menyatakan tidak suka.  Parameter yang terakhir adalah penampilan umum, 3 panelis menyatakan suka, 2 panelis menyatakan netral, dan 1 panelis menyatakn tidak suka terhadap penampilan sosis crispy dari kelompok lima. Panelis memberi harga bervariasi untuk sosis crispy, Hasil rata-rata harga yang diberikan panelis adalah Rp 5.250,00/ porsi. Harga ini diatas harga yang telah ditetapkan oleh kelompok 5, yaitu sebesar Rp 5.00,00/ porsi. Harga ini telah diperhitungkan untuk mendapat laba dan diatas angka break even point.

Analisis STP ( Segmentasi, Target, dan Positioning )

Target dari penjualan produk sosis ini adalah mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa hal ini disebabkan karena rasa yang dimiliki oleh sosis adalah gurih, yang merupakan rasa khas dari bumbu sosis dan dari tepung sajiku. Segmentasi pasar pada produk sosis ini adalah daerah perkotaan karena pada daerah perkotaan memiliki tingkat aktifitas yang lebih padat dan memiliki gaya hidup modern sehingga konsumen menginginkan adanya produk pangan yang praktis dan siap saji serta memiliki rasa yang khas disamping memiliki kandungan nutrient yang lengkap. Untuk mengambil positioning dari produk sossis ini adalah dengan penambahan tepung tapioka dan bumbu-bumbu rempah, dan tepung crispy sajiku sehingga apabila konsumen menyebutkan sossis crispy maka langsung tertuju pada produk sossis praktikan (sosis crispy).

Analisis SWOT ( Strength, Weakness, Oppurtunities, Threats )

Kelebihan dari produk kami adalah dengan penambahan tepung tapioka dan tepung crispy sajiku. Tepung tapioka dan tepung sajiku dalam sossis ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu: menambah kandungan protein, sebagai bahan pengikat, tepung tapioka memiliki harga yang cukup murah, sosis menjadi lebih lembut, tidak hancur pada saat proses perebusan. Selain itu sossis ini memiliki cita rasa yang berbeda, dengan penambahan bumbu saos. Kelebihan dari bumbu saos ini, yaitu: menambah rasa bawang (bawang Bombay) dan gurih pada sossis, aroma sosis lebih menggugah selera konsumen. Selain kelebihan, sosis ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu: kadar air masih agak tinggi, sehingga kekenyalan kurang, segmentasi tidak terlalu luas karena sossis lebih banyak, hanya dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan

Penjualan sossis ini bisa menjadi peluang yang besar karena produk ini memiliki kelebihan daripada sossis yang biasa beredar dipasaran, karena pada produk ini ditambahkan tepung bumbu sajiku dan saos bawang sehingga rasanya pun akan berbeda. Namun,penjualan  sossis ini juga bisa menjadi ancaman karena sossis ini memiliki harga yang relatif tinggi sehingga segmentasi pasar pun terbatas.

Analisis Biaya

Jumlah modal yang dikeluarkan                     : Rp 13.100,00 (modal inovasi)

Jumlah produk yang dihasilkan                      : 14 buah (belum di potong-potong)

Harga biaya produksi per buah                       : Rp 1000

1 kemasan berisi                                              : 5 buah

Biaya produksi untuk 1 kemasan                    : Rp 3000

Harga jual per kemasan                                   : Rp 5000

Keuntungan                                                    : Harga jual – biaya produksi

                                                                         Rp 5000 – Rp 3000

Keuntungan                                                    : Rp 2000

Pada penjualan produk ini praktikan mengambil keuntungan sebesar  Rp 2000 karena pada hasil uji hedonik ada responden yang  memberikan harga tertinggi sebesar Rp 6000 per porsi.

 

Untuk mencapai Break Event Point (BEP) maka praktikan harus menjual produk sebanyak 48 kemasan per hari, dengan perhitungan sebagai berikut :

 

BEP     = Fixed Cost : keuntungan

 

Fixed cost per  tahun

Sewa tempat                                                   : Rp 3.000.000

Tenaga Kerja   :  1.500.000 per bulan             : Rp 18.000.000

Alat dapur                                                       : Rp 1.000.000

Frezzer                                                                        : Rp 6.000.000

Stuffer                                                             : Rp 5.000.000

Food processor                                                : Rp 2.000.000

Total fixed cost                                               : Rp 34.500.000

Sehingga diperoleh BEP :

Rp 34.500.000 : Rp 2000 = 17.250 kemasan per tahun

                                         = 48 kemasan per hari (Break Event Point tercapai)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KESIMPULAN

Pembuatan sosis sangat mudah dan praktis, tetapi tetap harus memperhatikan emulsi dan formula bahan-bahan yang digunakan, agar memperoleh hasil yang baik, baik dari segi aroma, warna, kekenyalan dan rasanya. Berdasarkan analisa STP, analisa SWOT, analisa biaya dan uji hedonik, produk sosis crispy yang menginovasi ’sosis gurih dan renyah’ dengan penambahan tepung sajiku, yang memiliki potensi untuk terus dikembangkan sebagai salah satu produk yang mampu bersaing dipasaran sosis.


DAFTAR PUSTAKA

Acton JC, RL Saffle. 1970. Stability of oil in water emulsion. J. Food Sci. 35(6): 852-854

Brady, P.L., F.K. McKeith, dan M.E. Hunecke. 1985. Comparison of sensory and instrumental texture profile techniques for the evaluation of beef and beef-soy loaves. J. Food Science. 50 : 1537-1539.

Brandly, P.J., Migaki G., Taylor K.E. 1966. Meat Hygiene, 3rdEdit. Lea and Febiger, Philadelphia.

Effie. 1980. Pembuatan Sosis Ikan Cucut (Centroscymus coelolepsi). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge and R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co., San Fransisco.

Kramlich, J. E. 1971. Sausage Product Technology. In The Science of Meat and Meat Product. J. E. Price and B. S. Schweigert Edit. W. H. Freeman and Colletotrichum., perilaku disruptif:485.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ockerman HW. 1983. Chemistry of Meat Tissue, 10th Ed. Dept. Of Animal science. The Ohio State University and The Ohio Agricultural Research and Development Center, Ohio.

Ranken, M.D. 2000. Meat Product Technology. Blackwell Science Ltd., United Kingdom.

Schmidt GR. 1988. Processing. In : Meat Scienci, Milk Science and Technology. HR Cross and AJ Overby (Ed.) Elsevier Science Publ., Amsterdam.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.

Sulzbacher WL. 1973. Meat emulsions. J. Sci. Food Agr. 24(5): 589-595.

Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.


LAMPIRAN

 

 

    

 

 

           

 

 

Hello world!

Welcome to WordPress.com! This is your very first post. Click the Edit link to modify or delete it, or start a new post. If you like, use this post to tell readers why you started this blog and what you plan to do with it.

Happy blogging!